"Jangan jadi orangtua, tapi jadilah manusia yang menjadi orangtua"
Dr. HAIM G. GINOTT
Untuk mendidik seorang anak agar menjadi seseorang manusia ‘sempurna’ maka orangtua perlu mempelajari cara-cara yang manusiawi. Kasih sayang saja tidak cukup. Pengertian saja tidak memadai. Orangtua yang baik perlu memiliki ketrampilan dalam bertindak. Ketrampilan ini akan membantu orangtua untuk menterjemahkan cita-cita mereka dalam kehidupan sehari-hari. Orangtua harus diberdayakan agar memperoleh dan memakai ketrampilan mendidik anak untuk bisa mewujudkan visi, misi dan cita-cita dalam keluarga.
Ada 8 ketrampilan utama pengasuhan (8 skills program parenting) yang dibutuhkan orangtua, yaitu :
1. Memahami untuk menjadi dan belajar menjadi orangtua yang baik adalah proses sepanjang hayat
Sebagai orangtua yang juga berprofesi sebagai psikolog dan punya 3 orang anak yang menjelang dewasa, saya sangat yakin bahwa peran orangtua sangat krusial dalam kehidupan anak-anaknya. Sehingga tidak ada pekerjaan di dunia ini yang lebih penting daripada menjadi orangtua. Sayangnya tidak ada 'sekolah formal' yang bisa menjadikan kita sebagai orangtua yang baik. Anak anak kita terlahir tanpa disertai buku manual dari Tuhan yang (diharapkan) menguraikan cara-cara orangtua mendidik anak dengan baik. Maka orangtua perlu selalu 'harus' belajar sendiri baik dari pengalaman (learning by doing) atau bertanya kepada orang lain yang dianggap lebih berpengalaman, serta bisa pula dengan membaca buku, seminar, ceramah dan diskusi untuk mengembangkan ketrampilannya dalam mengasuh anak.
Dr. Haim G. Ginott dalam bukunya Between Parent and Child (1965) mengatakan bahwa kehidupan sebagai orangtua merupakan serangkaian kejadian kecil, konflik berkala, dan krisis mendadak yang tak pernah berakhir dan memerlukan respon yang mengadung berbagai konsekwensi. Hal ini sangat mempengaruhi kepribadian dan harga diri. Semuanya menuju keadaan yang lebih baik atau buruk. Ini semua harus kita lewati dan adanya peristiwa/kejadian apapun bentuknya, maka kesemuanya itu akan menjadi pembelajaran dalam hidup kita sebagai orangtua pada umumnya dan nantinya akan sangat berguna dalam pengasuhan anak-anak kita.
2. Memahami tingkat perkembangan anak
Apa yang dimaksud dengan tingkat perkembangan anak? Papalia & Olds (2001) mengatakan bahwa perkembangan adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan manusia. Dan perubahan itu dapat terjadi secara kuantitatif, misalnya pertambahan tinggi atau berat tubuh; dan kualitatif, misalnya perubahan cara berpikir secara konkret menjadi abstrak (Papalia dan Olds, 2001). Perkembangan dalam kehidupan manusia terjadi pada aspek-aspek yang berbeda. Ada tiga aspek perkembangan yang dikemukakan Papalia dan Olds (2001), yaitu: (1) perkembangan fisik, (2) perkembangan kognitif, dan (3) perkembangan kepribadian dan sosial. Jadi dapat kita simpulkan disini bahwa tingkat perkembangan seorang anak ialah tahap perubahan secara fisik, kognitif, kepribadian dan sosial yang terjadi pada seorang anak sesuai dengan pertambahan usianya sejak dari masa konsepsi (pembuahan), bayi, kanak-kanak,remaja hingga masa dewasa awal .
Mengapa orangtua wajib memonitor/mencatat/mempelajari/memahami tingkat perkembangan (tumbuh kembang) anak? Ada 5 alasan yang bisa dikemukakan disini, yaitu :
- Orangtua sebagai orang yang paling bertanggung jawab dalam pengasuhan harus mempunyai alat ukur dalam merawat/mengasuh anak-anaknya karena tumbuh kembang berjalan menurut norma-norma tertentu.
- Diperlukan orangtua untuk mengetahui apakah anaknya tumbuh secara normal dan dan untuk secara dini mendeteksi adanya deviasi dari normal
- Mempelajari tumbuh kembang memberikan guide line untuk menilai rata-rata atau perubahan fisik, intelektual, sosial dan emosional yang normal dari seorang anak.
- Mengetahui adanya fase-fase kritis yang menjadi ciri dalam tiap tahap perkembangan. Pada dasarnya anak-anak menampilkan berbagai perilaku sesuai dengan ciri masing-masing fase tersebut.
- Orangtua mampu bersikap tenang dan tepat menghadapi berbagai gejala yang mungkin muncul pada setiap tahap tertentu perkembangannya tertentu.
Anak sebagai individu yang unik dimaksudkan bahwa masing-masing anak berkembang dengan cara-cara tertentu sesuai dengan karakteristiknya. Sebagaimana manusia lain yang terus tumbuh dan berkembang, maka anak-anak juga terus mengalami pertumbuhan/perubahan pada aspek fisik, kognitif/intelektual, psikologis, sosial dan emosional. Perkembangan yang dialami seorang anak (meski bayi kembar identik sekalipun!) pada semua aspek perkembangan tidak akan pernah sama satu dengan lain alias unik. Jadi di samping adanya kesamaan-kesamaan umum dalam pola-pola perkembangan yang dialami oleh setiap individu, terjadinya vanasi individual dalam perkembangan anak bisa terjadi setiap saat. Hal ini terjadi karena perkembangan itu sendiri merupakan suatu proses perubahan yang kompleks, melibatkan berbagai unsur yang saling berpengaruh satu sama lain. Sehingga dengan demikian setiap anak yang dilihat sebagai satu individu tentunya memiliki potensi berbeda satu dengan yang lainnya namun saling melengkapi dan sangat berharga.
Ada beberapa jenis keunikan/perbedaan anak, yaitu :
- Perbedaan secara fisik. Tentunya secara kasat mata kita bisa melihat bahwa setiap anak memiliki bentuk fisik yang berbeda antara satu anak dengan anak yang lain. Dari tinggi dan berat badan, warna kulit, bentuk badan dan wajah, tidak akan pernah sama. Ada yang kurus, gemuk, tinggi, pendek, kulit putih/hitam, rambut panjang/pendek, wajah bulat/oval dan lain-lain.
- Perbedaan dari sisi kognitif. Tidak semua anak memiliki kecerdasan yang sama. Ada yang sangat pintar, rata-rata dan ada juga yang kurang bahkan idiot. Jika mengacu kepada skala Weschler, ada yang mempunyai IQ 150 - super cerdas, rata-rata 90-110 dan ada juga yang dibawah rata-rata atau bahkan idiot (dibawah 90).
- Perbedaan kecerdasan emosi dan karakter. Perbedaan-perbedaan ini bisa dilihat dari anak-anak sejak mereka kecil. Sebagian anak-anak dari semenjak kecil sudah mewarisi sifat-sifat seperti ini. Karakter-karakter ini bisa jadi turunan dari orangtua mereka atau karena faktor genetik yang diwariskan dari orangtua mereka, atau juga karena faktor-faktor nutrisi, atau juga karena lingkungan sekitar hidupnya. Jadi ada anak yang periang, aktif, rajin serta selalu optimis, ada juga anak yang pemalas , lamban, pasif dan selalu bersedih. Ada yang suka bicara, senang berteman, ada juga anak yang minder dan tidak suka bergaul.
- Perbedaan dalam kematangan atau kedewasaan . Setiap tahap perubahan anak ada tahap dimana seseorang anak mencapai kematangan/kedewasaan fisik, kognitif, psikologis dan sosial emosionalnya. Namun pencapaian ini tidak akan pernah sama antara satu anak dengan lainnya. Ada yang terlihat fisiknya lebih dulu matang sementara kognitifnya belum. Ada yang fisik dan kognitifnya sudah matang akan tetapi kematangan psikologis dan sosial emosionalnya masih belum. Ada yang psikologis dan sosial emosionalnya sudah matang, namun kematangan fisiknya belum tercapai maksimal. Kondisi ini akan bervarian antara anak yang satu dengan yang lain dimana kita tidak bisa meramalkan aspek yang mana dulu dari seorang anak yang lebih dulu mencapai kematangan atau kedewasaannya.
Jean Soto mengatakan, bahwa setiap anak itu unik. Tujuan utama dari setiap pendidikan dan pengajaran adalah kita mendidik anak-anak kita dengan segala kekurangan dan segala potensinya yang ada sehingga potensi ini bisa kita kembangkan untuk kebaikannya secara lebih maksimal lagi.
4. Mempunyai kematangan pribadi dan keharmonisan dalam keluarga
Seperti yang telah diuraikan pada pembahasan sebelumnya, bahwa keluarga merupakan wadah pendidikan yang memiliki pengaruh signifikan bagi perkembangan dan kedewasaan seorang anak. Salah satu syaratnya ialah orangtua harus selalu bisa menjaga keharmonisan keluarga yang dicapai dengan kematangan pribadi masing-masing orangtua tersebut. Muhdlor (1994) mengatakan bahwa kematangan pribadi sangat besar artinya bagi pasangan yang berumah tangga. Tidak adanya kematangan pribadi menyebabkan masing-masing pasangan kurang dapat menerima dan memahami pasangannya, tidak ada penyesuaian di antara mereka sehingga mengakibatkan keluarga kurang harmonis.
Perlu diketahui bahwa usaha untuk membangun keluarga harmonis berasal dari kemampuan dan kemauan dari orang tua. Keharmonisan keluarga tergantung dari kemampuan orang tua untuk berperan sebagai orang tua secara utuh. Keluarga yang harmonis adalah keluarga yang mampu mengembangkan potensi dan kepribadian dari masing-masing anggota keluarga secara optimal. Semakin baik dan harmonis hubungan antar anggota keluarga, akan semakin baik pula kehidupan yang dialami seorang anak dalam mencapai kedewasaan. Adanya lingkungan keluarga yang harmonis tentunya menjadi dukungan positif yang berpengaruh terhadap pola pikir dan perilaku anak baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan tempat tinggalnya.
5. Memahami diri sendiri
Dalam bersikap dan berperilaku anak-anak banyak dipengaruhi oleh lingkungannya khususnya orangtua. Disadari atau tidak oleh orangtua, anak mudah sekali meniru dan mencontoh perilaku, tindakan dan emosi psikologis mereka. Mengapa demikian, karena orangtua adalah dua orang yang paling berperan dalam pengasuhan anak sejak lahir kedunia. Orangtua adalah orang/lingkungan yang paling dekat sehingga menjadi model utama bagi anak-anak. Jika perilaku positif yang ditiru tentu orang tua akan senang. Tapi bagai mana jika perilaku yang buruk yang ditiru? Tentu tak satu pun orangtua ingin menularkan sisi buruknya kepada anak-anak mereka.
Untuk itu kita (orangtua) harus memahami diri kita sendiri terlebih dahulu.. Apa kelebihan dan kekurangannya, apa saja kebiasaan baik dan buruk yang ada pada kita. Mengevaluasi kembali adakah ucapan, emosi dan perilaku dari kita yang bisa mempengaruhi dan ditiru oleh anak-anak. Jika ada perilaku yang kurang baik, maka secepatnya perilaku tersebut harus kita hilangkan. Sebaliknya untuk perilaku yang baik/positif, maka sebanyak mungkin kita lakukan didepan mereka. Bukan pada tempatnya jika orangtua 'hanya' menyuruh/menasehati anaknya berbuat sesuatu yang baik dan menghindari/melarang perbuatan yang jelek, sementara orangtua tidak mampu menerapkannya pada dirinya sendiri.
Karena orangtua adalah orang yang paling dominan dalam mempengaruhi kepribadian anak, maka kita orangtua 'harus bisa' bercermin pada kita sendiri setiap saat. Untuk itu mari mulai sekarang kita memaksakan diri menjadi model yang baik untuk anak-anak kita.
6. Mempunyai kemampuan komunikasi
Membangun komunikasi di dalam keluarga menjadi sebuah keharusan, karena tanpa komunikasi yang baik, tidak akan ada keluarga yang bahagia. Orang tua harus mampu bekerjasama sebagai satu tim yang solid, sehingga disiplin bisa tercapai. Itu semuanya mustahil terwujud tanpa komunikasi yang baik dalam keluarga tersebut. Konsistensi adalah dasar komunikasi yang baik dan bersikap konsisten akan membuat anak merasa aman dan memberi batasan yang jelas. Bersikap konsisten adalah aturan terberat yang harus dihadapi oleh orangtua mana pun, ketika orangtua tidak siap bersikap konsisten maka anak-anak tidak akan mau mendengarkan atau percaya pada orangtua. Agar semua itu bisa berjalan baik, maka orangtua harus mempunyai kemampuan komunikasi yang baik dengan anak-anaknya.
Menurut Elly Risman psikolog dari Yayasan Buah Hati, komunikasi dengan anak adalah cara yang baik untuk memproteksi anak supaya lebih aman di luar rumah. Dia lantas mengungkap banyak hasil penelitian yang menunjukkan pentingnya komunikasi dengan anak. `’Anak-anak yang bicara dengan orang tua lebih banyak, lebih punya ketahanan di luar,” dia mengutip hasil sebuah penelitian itu. Jadi, komunikasi di dalam keluarga yang terbuka dan hangat melindungi anak-anak kita dari pengaruh buruk lingkungan yang kurang baik yang bisa menimbulkan penyimpangan perilaku dan perbuatan negatif yang melanggar norma-norma masyarakat seperti kenakalan remaja.
7. Mempunyai kemampuan mengelola diri
Kedewasaan seorang anak ditandai dengan kemampuannya untuk mengelola dirinya sendiri. Sebagai orang yang bertanggung jawab mendidik anak-anaknya menuju kedewasaan orangtua seharusnya punya kemampuan untuk mengelola dirinya terlebih dulu. Bagaimana mungkin dia akan berhasil dalam mendidik anak-anaknya apabila tidak mampu mengelola dirinya sendiri. Jadi sebagai orangtua kita dituntut untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan diri kita dahulu sebelum terjun dalam mendidik anak untuk menyongsong masa depan gemilang mereka.
8. Mempunyai kecerdasan kognitif, emosi, sosial dan spiritual
Orangtua diharapkan selalu belajar dan bermasyarakat untuk bisa mencapai tingkat kecerdasan kognitif yang cukup tinggi yang diperlukan dalam mendidik anak-anaknya. Dia juga harus mampu memngontrol emosinya dengan baik sehingga tidak mudah terpancing oleh rayuan, bujukan dan rengekan anak-anaknya yang memang kadangkala terasa begitu menjengkelkan. Selain itu orangtua diharapkan mampu untuk bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya sehingga dia mampu untuk membimbing anaknya terjun ke masyarakat dan memberkan contoh dalam pergaulan. Untuk bisa mencapai itu semua, sebagai orangtua wajib mempunyai tingkat spiritualitas yang tinggi dimana adanya kesadaran terhadap pengatur alam semesta yang mutlak menyebabkan adanya rasa aman dan perlindungan bahwa diantara usaha yang kita lakukan dalam mendidik anak sebaik-baiknya, kita dibantu juga oleh Yang Maha Kuasa dalam mewujudkan cita-cita mulia itu.
No comments:
Post a Comment